Kamis, 25 Oktober 2012

FASILITASI AKSES PERMODALAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN


Upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan antara lain dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri, diantaranya adalah dengan pemberian akses yang luas terhadap sumber-sumber pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang pada dasarnya merupakan bagian dari masyarakat miskin yang mempunyai kemauan dan kemampuan produktif. Perlu kita sadari bahwa kontribusi UMKM dalam PendapanDomestik Bruto (PDB) semakin besar, namun hambatan yang dihadapinya besar pula, diantaranya kesulitan mengakses sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal. Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi UMKM khususnya pelaku usaha mikro dan kecil, terutama dari lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan, menyebabkan mereka bergantung pada sumber-sumber pembiayaan informal. Bentuk dari sumber-sumber ini beraneka ragam mulai dari pelepas uang (rentenir) hingga berkembang dalam bentuk unit-unit simpan pinjam, koperasi dan bentuk-bentuk yang lain (Wirjo, 2005).
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam membantu pengembangan UMKM mengalami perubahan paradigma yang cukup mendasar karena BI tidak dapat lagi memberikan bantuan keuangan atau Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sehingga peranan Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM berubah menjadi tidak langsung.
Pendekatan yang digunakan kepada UMKM bergeser dari development role menjadi promotional role. Pendekatan yang memberikan subsidi kredit dan bunga murah sudah bergeser kepada pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kegiatan pelatihan kepada petugas bank, penelitian dan penyediaan informasi.
Dengan kondisi seperti itu, Bank Indonesia masih tetap memberikan dukungan, namun kebijakan BI baik dari sisi supply maupun sisi demand lebih difokuskan dalam rangka mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan serta untuk mendukung sistem perbankan yang sehat. Dari sisi supply, Bank Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan perbankan sehingga dapat meningkatkan pemberian kredit kepada UMKM namun tetap prudent.
Bank Indonesia dalam website resminya meluncurkan “Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil” yang merupakan sistem informasi yang menyajikan hasil penelitian Bank Indonesia mengenai pola-pola pembiayaan usaha kecil yang berpotensi untuk dikembangkan. Melalui pola-pola pembiayaan ini diharapkan dapat direplikasikan oleh para penyuluh, pelaku utama dan pelaku usaha sebagai informasi awal bagi perbankan dalam pembiayaan suatu komoditi. Cakupan sistem informasi pola pembiayaan antara lain meliputi aspek pemasaran, aspek teknis produksi, aspek finansial, aspek dampak ekonomi dan lingkungan http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4/26/08/2011.

Rabu, 24 Oktober 2012

Dilema Penyuluh Perikanan di Daerah

Diakui atau tidak, pasca otonomi daerah, pengelolaan Penyuluh Perikanan (dahulu Penyuluh Pertanian Bidang Perikanan) berstatus PNS di tangan pemerintah daerah masih dilingkupi beragam persoalan.
Mulai minimnya akuntabilitas pada penempatan CPNS pasca rekrutmen, rendahnya kompetensi dan profesionalisme, hingga masalah dianak tirikan. Disisi lain, jaminan kebebasan berserikat atau afiliasi organisasi di tingkat lokal menjadi persoalan tersendiri.
Persoalan akuntabilitas, antara lain tercermin dari masih adanya permasalahan dalam penempatan CPNS sesuai dengan formasi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI pasca rekrutmen di berbagai daerah. Alhasil, CPNS formasi Penyuluh Perikanan hasil rekrutment tidak seluruhnya menjadi Calon Penyuluh Perikanan.  Hal ini terjadi karena dua hal, yang pertama pihak yang bersangkutan lebih memilih kerja kantoran, sehingga mereka memilih untuk dinas di SKPD kabupaten, sehingga yang bersangkutan pun melakukan upaya-upaya untuk mencapai keinginannya tersebut.  Yang kedua, di sisi lain pihak pemerintah daerah meng-amin-i upaya-upaya ini.  Selain itu, beberapa pemda masih menganggap eksisitensi penyuluh perikanan masih kurang diperlukan di mata sebagian kepala daerah.  Formasi yang diusulkan oleh pemda ke pemerintah pusat yang seyogyanya merupakan gambaran kebutuhan di daerah, tetapi hanya menjadi "komoditas" saja.
"Kita siapkan 8 ribu penyuluh dengan komposisi 3.188 penyuluh PNS, 1.500 penyuluh PPTK, dan 3.312 penyuluh swadaya. Dengan jumlah tersebut, di masing-masing kabupaten akan ada 20-25 penyuluh," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo sesuai apel siaga penyuluh perikanan tenaga kontrak di Jakarta, kemarin (07/02/2012).  Jika Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan Penyuluh Perikanan berjumlah sekitar 3.188 penyuluh PNS, 1.500 penyuluh PPTK, dan 3.312 penyuluh swadaya.  Masalah penempatan CPNS pasca rekrutment di daerah akan menjadi tantangan besar untuk mencapai cita-cita Bapak Menteri tersebut.
Terkait dengan rendahnya kompetensi dan profesionalisme penyuluh perikanan, hal ini diakibatkan masih kurangnya mendapat Pendidikan dan Pelatihan (Diklat).  Hingga saat ini, pendidikan dan pelatihan yang masih digulirkan bagi penyuluh perikanan hanya sebatas diklat dasar jabfung tingkat terampil, diklat dasar jabfung tingkat ahil, dan diklat alih jenjang/ kelompok.  Sedangkan untuk diklat teknis dan diklat manajemen hingga sekarang belum pernah diadakan bagi penyuluh perikanan.  Di sisi lain, bagi penyuluh yang mempunyai inisiatif melakukan upaya peningkatan kompetensi dan profesionalisme terkendala oleh jarak yang relatif jauh dengan UPT Kementerian yang tersebar di seluruh Indonesia, hal ini menyebabkan biaya transportasi dan akomodasi yang besar.
Terkait dengan masih terjadi anak tiri, hal ini memang nyata terjadi di beberapa daerah.  Penyuluh Perikanan PNS masih dianggap Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) atau masih dianggap sama dengan Penyuluh Pertanian PNS.  Hal ini, menyebabkan masih terjadi Penyuluh Perikanan mendapat wilayah kerja/ binaan penyuluhan hanya satu desa.  Hal ini berdasarkan program Kementerian Pertanian memang untuk Penyuluh Pertanian, Satu Desa Satu Penyuluh.  Bagaimana seorang penyuluh perikanan bekerja dengan cakupan wilayah satu desa dengan potensi perikanan yang relatif sangat terbatas.
Semua permasalahan yang terjadi, mulai minimnya akuntabilitas pada penempatan CPNS pasca rekrutmen, rendahnya kompetensi dan profesionalisme, hingga masalah dianak tirikan harus mendapat perhatian dan dicarikan win win solution dari pemerintah pusat, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, agar cita-cita menjadikan Indonesia Penghasil (Produk) Perikanan Terbesar Tahun 2015 dapat tercapai. (HDS)

SUMBER  http://ipkani.org/index.php/artikel/72-dilema-penyuluh-perikanan-di-daerah

Senin, 22 Oktober 2012

SISTIM PELAPORAN PENYULUHAN PERIKANAN

PELAPORAN
Pengertian
Pengertian dasar laporan ialah penyajian fakta secara objektif dan tulus. Laporan adalah setiap tulisan yang memuat tentang hasil faktual atau data hasil dari suatu kegiatan yang disajikan secara lengkap.

Pengertian, Tujuan dan Isi Pelaporan. Secara umum, tujuan laporan adalah :
1. Mengatasi masalah
2. Mengambil keputusan
3. Mengetahui perkembangan/kemajuan
4. Mengadakan pengawaasan, pengendalian atau perbaikan, dan
5. Menemukan teknik-teknik baru.  

Tujuan
Dalam kegiatan penyuluhan, laporan bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi kegiatan
penyuluhan yang telah, sedang dan akan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Laporan kegiatan penyuluhan perikanan selama 1 bulan dibuat berdasarkan perkembangan dan hasil kerja di wilayah kerjanya.
  2. Isi laporan merupakan penjabaran dari rencana kegiatan bulanan penyuluhan perikanan.
Isi Pelaporan
Menyampaikan semua fakta yang muncul dalam melakukan tugas penyuluhan sejak dari awal kegiatan sehingga berakhir atau selesainya kegiatan tersebut yang meliputi:

Persiapan pelaksanaan penyuluhan.
 Pelaksanaan kegiatan penyuluhan
Hasil yang diperolah dan pembahasannya
Masalah yang muncul dalam pelaksanaan penyuluhan
Manfaat penyuluhan
Syarat Laporan
Laporan harus lengkap dan objektif :
Perlu didukung data yang lengkap, relevan, akurat, sahih dan tidak kadaluarsa,
Penganalisaan persoalan harus objektif, sehingga Logis dan dapat diterima,
Penggambaran laporan harus jelas dan mudah dimengerti,
Penulisan laporan harus mengacu kepada tujuan pembuatan laporan.         
Laporan harus jelas :
Kalimatnya harus sederhana, tidak berbelit-belit, pendek,
Selektif dalam menggunakan istilah-istilah
Tata bahasa dan ejaan yg digunakan harus benar
Menggunakan kalimat langsung, tidak kalimat ungkapan
 Laporan harus langsung mengenai sasaran :
·      Selain singkat, tepat, padat, dan jelas, juga harus langsung kena sasaran dan tidak berbelit-belit
Laporan harus lengkap :
·     Harus mencakup segala segi (kapan, apa, berapa, dimana, siapa, dan data penunjang lainnya)
 ·   Uraian harus fokus pada masalah shg tdk timbul masalah atau interpretasi lain
Laporan harus tegas dan konsisten :
Laporan harus tepat waktu; dan Laporan harus tepat penerimanya

berikut contoh format laporan  



KRITERIA KEBERHASILAN KOMUNIKASI

Tahapan dalam komunikasi adalah berupa:

  1. Pola komunikasi antar pribadi secara umum dimulai dari tahap superfisial (dasar) sampai tahap akrab (intim)
  2. Perubahan dari tahap umum kepada tahap intim membutuhkan waktu yang relatif tidak sama kepada setiap orang
  3. Tahap interaksi bidang kepribadian umum (public area) : individu berusaha menghindari konflik, sedikit evaluasi diri, hubungan disesuaikan dengan norma sosial pada situasi tersebut
  4. Tahap pertukaran eksplorasi (exploratory exchange): pola komunikasi mencakup pengembangan kepribadian umum (publik) dan mulai membuka aspek kepribadian khusus, mulai akrab, rileks dan mengarah pada saling kenal.
  5. Tahap pertukaran interaksi sosial efektif (effective interaction) : pola komunikasi mengarah kepada persahabatan akrab, hubungan mengarah romantis, bebas, banyak menggunakan kesadaran diri, masih keengganan untuk membuka keintiman.  Komunikasi terfokus pada saling belajar dari satu sama lain.
  6. Tahap hubungan stabil (stable exchange stage): pola komunikasi mengarah kepada keterbukaan umum pribadi dalam semua tingkat baik yang bersifat umum dan pribadi.  Komunikasi verbal dan non-verbal dalam tahap ini berorientasi lingkungan dan mulai memiliki tahap emosi yang efektif terhadap lawan bicara.
KRITERIA KEBERHASILAN KOMUNIKASI:
  1. Kepercayaan penerima pesan (komunikan) terhadap komunikator serta keterampilan komunikator berkomunikasi (menyajikan isi komunikasi sesuai tingkat nalar komunikan)
  2. Daya tarik pesan dan kesesuaian pesan dengan kebutuhan komunikan.
  3. Pengalaman yang sama tentang isi pesan antar komunikator dan komunikan
  4. Kemampuan komunikasi menafsirkan pesan, kesadaran, dan perhatian komunikan akan kebutuhannya atas pesan yang diterima
  5. Setting komunikasi yang kondusif (nyaman, menyenangkan dan menantang)
  6. Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metode dan media yang sesuai dengan jenis indera penerima pesan).

PROSES KOMUNIKASI DALAM PENYULUHAN PERIKANAN

A.    Model/Bentuk Komunikasi

Model/bentuk komunikasi terbagi kedalam:

1.    Komunikasi Langsung: komunikator dan komunikan langsung berkomunikasi (tatap muka, menggunakan  media)


  • Komunikasi vertikal : terjadi antara bawahan terhadap atasan atau sebaliknya dalam konteks laporan atau menyampaikan hasil suatu kegiatan
  • Komunikasi horizontal : terjadi sesama  pejabat atau staf dalam konteks diskusi bekerjasama dalam menyelesaian suatu kegiatan
  • Komunikasi top down : terjadi pada saat pimpinan suatu instansi atau unit kerja memberikan pengarahan, bimbingan dan pertemuan dimana atasan memiliki informasi yang layak dan patut diketahui oleh bawahan
  • Komunikasi botom-up : interaksi yang terjadi bawahan dengan atasan dalam beberapa konteks pekerjaan
  • Komunikasi internal : komunikasi antara pejabat maupun staf dalam satu lingkup instansi atau organisasi.
  • Komunikasi eksternal : segala bentuk interaksi yang terjadi antara individu atau instansi dengan instansi lainnya.
2.    Komunikasi tidak langsung: Komunikator dan komunikan tidak bertemu (bahan cetakan: leaflet, folder, brosur, majalah, dll) (bahan tertayang: film)
  • Tidak ada tanya jawab
  • Pesan harus jelas dan tepat dan menarik
  • Media penyuluhan (leaflet, brosur, poster dll) agar mudah dipahami oleh sasaran penyuluhan
3.    Sasaran komunikan/penerima melalui Panca Indra dalam Komunikasi
  • Indra penglihatan, misalnya bahan cetakan, album foto, slide tanpa suara; yang  hanya  dapat digunakan untuk sasaran penyuluhan yang dapat melihat.
  • Indra pendengaran, misalnya Radio, yang hanya  pemutaran tape recorder, obrolan sore; dapat digunakan jika sasaran penyuluhan tidak mengalami gangguan pendengaran.
  • Kombinasi indra penerima, misalnya demontrasi cara/hasil, pemutaran film, tv;  merupakan kombinasi antara indra (AVA = Audio Visual Aids).

B.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas dan Efisiensi dari Komunikasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dan efisiensi dari komunikasi adalah berupa:

1.    Dilihat dari komunikator atau sumber komunikasi

Dilihat dari komunikator maka komunikasi dipengaruhi oleh:
a.    Kecakapan Komunikator
Ada 3 karakteristik dari Komunikator/Sumber:
1)    Kredibilitas
Suatu kondisi dimana si sumber di nilai punya pengetahuan, keahlian atau pengalaman sehingga pihak penerima menjadi percaya bahwa pesan yang disampaikan bersifat obyektif
Kredibilitas dipengaruhi oleh:
-    Keahlian (ekspertise)
-    Kepercayaan (trustworthiness)
    Proses pembentukan pengetahuan, pendapat, sikap, dan tingkah laku yang terjadi dalam diri penerima disebut: INTERNALISASI
Menurut Rogers (1983) Credibility:
-    Competence credibility, dikaitkan dengan status/kedudukan formal/jabatan.
-    Safety credibility, tidak dikaitkan dgn status keahliannya karena pekerjaan formalnya.
-    Orang-orang dengan safety credibility dipandang lebih jujur, terbuka dan dekat dengan masyarakat”.


2)    Daya tarik sumber
    Daya tarik sumber timbul karena adanya proses identifikasi dalam diri pihak penerima.
Contoh: Senang menggunakan celana jeans  diidentifikasi sebagai orang modern, elit dan kota.
Proses identifikasi bisa bersifat temporer bila pihak penerima masih pantas untuk ditiru.

3)    Kekuatan/kekuasaan sumber (source power), terdiri dari:
-    Kharisma
-    Wibawa otoritas
-    Kompetensi/keahlian
-    Compliance/pemenuhan
   
Sumber dinilai punya kekuatan/kekuasaan, apabila ia mampu memberikan imbalan dan hukuman kepada penerima, berarti seseorang mau menerima ide/anjuran dari sumber karena adanya harapan menerima imbalan atau menghindari hukuman, proses ini disebut COMPLIENCE.
Komunikator yang baik adalah menguasai cara-cara penyampaian buah pikiran baik secara lisan maupun secara tertulis. Dengan kata lain komunikator harus menguasai teknik berbicara dan teknik membuat surat (naskah). Ia harus cakap memilih simbol/lambang yang tepat untuk mengungkapkan buah pikiranya dan harus cakap membangkitkan minat para pendengar atau pembaca. Di samping itu harus pandai pula menarik perhatian dan menyajikannya. Keterangan-keterangannya harus sistematis dan jelas. Sebagai contoh pembicaraan seorang bawahan kepada atasan atau teman yang setingkat, jelas akan berbeda.
Demikian pula pembicara yang berbicara di depan masyarakat tertentu, akan menyesuaikan pada sifat-sifat masyarakat tersebut, tanpa mengadakan penyesuaian  sebelumnya maka komunikasi menjadi tidak lancar atau bahkan macet sama sekali. Sebagai contoh, bila kita berbicara di depan masyarakat Madura, akan lebih berhasil bila kita banyak menggunakan kata-kata Arab seperti insya Allah, Atas  Ridho Allah, Masya Allah, dan sebagainya., karena kebanyakan orang Madura beragama Islam. Oleh karena itu dalam berkomunikasi harus memperhatikan keadaan masyarakat     sekitar harus dengan memahami keadaan masyarakat tersebut, seperti kebisaan,     aliran agama dan kepercayaan dan sebagainya. Dengan memahami hal-hal tersebut komunikasi akan menjadi lancar.
b.    Saluran Komunikasi
Komunikasi dipengaruhi oleh saluran atau alat tubuh dari komunikator, terutama dalam komunikasi lisan. Suara yang besar dan jelas, ucapan yang jelas, tingkah laku yang baik akan menyebabkan pembicaraanya menarik. Juga tangan yang sehat dengan gerak-gerik yang baik dapat mendukung pembicaraan,  oleh karena itu bila ingin berhasil dalam komunikasi alat-alat tubuh kita harus baik terutama alat-alat indera dan alat bicara.
2.    Dilihat dari segi reseptor (penerima)
Keberhasilan komunikasi tidak hanya tergantung pada pihak komunikator (sumber), tetapi juga tergantung dari reseptor. Walaupun pihak komunikator telah memenuhi persyaratan, akan tetapi bila pihak reseptor kurang memenuhi maka  hasil komunikasi  tidak akan sesuai dengan  yang diharapkan. Pengaruh-pengaruh dari pihak reseptor tersebut adalah:
a.    Kecakapan komunikator reseptor
Hasil komunikasi ditentukan oleh kecakapan berkomunikasi reseptor. Kecakapan ini terutama kecakapan mendengarkan dan membaca. Walaupun komunikator cakap berbicara atau menulis, akan tetapi bila reseptor kurang cakap mendengarkan dan membaca, maka hasil komunikasi kurang memenuhi harapan, oleh karena itu agar hasil komunikasi baik maka reseptor harus menguasai teknik mendengarkan dan teknik membaca. Dalam mendengarkan reseptor harus cakap memusatkan perhatian, mengambil inti sari dari suatu pembicaraan, dan harus dapat membedakan mana pokok permasalahan dan mana yang hanya merupakan penjelasan-penjelasannya saja, harus bersifat kritis, dan sebagainya. Dalam membaca ia harus dapat menangkap banyak kata-kata secara sekaligus dan menafsirkannya secara tepat.
b.    Sikap Reseptor
Hasil komunikasi dipengaruhi pula oleh sikap reseptor (penerima). Kadang-kadang reseptor selalu menaruh curiga terhadap pembicara (prejudice), atau kadang-kadang  bersikap apriori artinya telah menentukan kesimpulan sebelum ada data-data yang lengkap. Sebagai contoh seorang reseptor (pendengar suatu penceramah) telah menganggap rendah kepada seseorang penceramah atau terlalu memandang tinggi kepada seorang penceramah atau pembicara. Sikap yang  demikian  menyebabkan hasil komunikasi kurang murni. Adapun sebab-sebabnya  timbul sikap yang demikian itu banyak sekali. Sebagai contoh seorang reseptor (pendengar) adalah lulusan SekolahTinggi (Sarjana) dan  penceramah ternyata hanya lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), maka sarjana tadi cenderung merendahkan si penceramah yang hanya lulusan Sekolah Menengah Atas tersebut. Sikap sarjana tadi salah, sebab belum tentu  penceramah hanya lulusan SMA, ternyata sudah banyak mengikuti kursus-kursus. Sehingga mengenai bahan yang diceramahkan betul-betul telah ia kuasai. Contoh lain ada seorang pendengar ceramah (reseptor), mengikuti suatu kursus, ternyata salah seorang fasilitator dalam kursus tersebut adalah rivalnya (saingan) dalam memperebutkan seorang gadis dan dalam perebutan tersebut, pengikut kursus telah kalah akibatnya ia sangat benci kepada fasilitator tersebut, sehingga bersikap acuh tak acuh terhadap penceramah tersebut. Sikap yang demikian adalah kurang objektif dan kurang rasional sehingga pikirannya menjadi tertutup alias buntu. Oleh karena itu sebagai reseptor (pendengar/pembaca) seseorang bila ingin berhasil dalam komunikasi harus bersikap wajar, apa adanya.  dan siapapun yang menjadi penceramah/pembicara harus diterima sebagai apa adanya tanpa sikap curiga atau apriori.
c.    Pengetahuan reseptor (pendengar/pembaca)
Hasil komunikasi di pengaruhi pula oleh kekayaan pengetahuan si reseptor, dengan pengetahuan yang banyak seorang pendengar dapat dengan cepat menangkap isi dari suatu pesan atau suatu bacaan dan mudah menafsirkan maksud dari pembicara/penulis tersebut. Sebaliknya pendengar/pembaca yang pengetahuannya sangat terbatas akan sulit menangkap pembicaraan atau bacaan. Contoh yang jelas adalah ketika kita mendengarkan suatu  ceramah Bahasa Inggris atau mambaca bacaan Bahasa Inggris, karena pengetahuan dalam Bahasa Inggris tersebut terbatas, maka sulit mencernanya.
d.    Komunikasi dipengaruhi pula oleh sistem sosial
Artinya si pendengar/pembaca harus memahami kedudukan  pembicara. Sebagai contoh bila kita menghadiri suatu ceramah tertentu dan si penceramah kebetulan seorang yang berasal dai luar negeri dan tindak tanduknya seenaknya sendiri, maka kita tidak boleh bersikap negatif atau acuh tak acuh. Sebab tiap penceramah memiliki kebiasaan-kebiasaan tersendiri. Demikian pula bila kita ada di suatu kantor tertentu atau masyarakat tertentu kita sebagai reseptor (pendengar) harus dapat menyesuaikan diri, artinya memahami tata tertib dan tata pergaulan masyarakat tersebut. Dengan cara itu maka kita dapat menjadi pendengar yang baik, dan jika tidak  dapat menyesuaikan terhadap kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi pembicara/penulis, maka komunikasi menjadi terhambat, oleh karena itu  sebagai pendengar atau pembaca harus dapat menyesuikan diri terhadap sistem sosial dari pihak pembaca/penulis.
e.    Saluran Komunikasi
Komunikasi dipengaruhi pula oleh saluran komunikasi, (pendengaran/penglihatan) dari pihak reseptor. Bila pendengaran, penglihatan, atau indera lainnya kurang sempurna maka komunikasi juga tidak akan sempurna, karena dengan kurang sempurnanya alat-alat penyalur tersebut (indera) maka tangkapan dapat kurang jelas. Oleh karena itu agar komunikasi dapat lancar dan berhasil, maka indera kita harus baik.